Seandainya Tetangga Tahu, Bahwa...

Setelah menikah, punya 2 anak dan resmi menyandang status sebagai mbok-mbok yang di rumah aja, aku semakin sadar bahwa eksistensi tetangga julid itu nyata adanya. Bukan cuma perkara iri dengki lihat samping rumah beli kulkas baru, tapi lebih daripada itu. Jangankan barang elektronik yang jelas-jelas kelihatan, hal lain kayak nominal gaji dan status kepegawaian di tempat kerja pun seringkali jadi pergunjingan mereka. Nggak aneh ya sekilas, tapi bakal jadi masalah kalau dibiarkan lama-lama.

Lo, terus meh mbok apakne? Viralke? Labrak?

Haha, yo nggak lah! Untungnya aku tipe orang yang nggak terlalu musingin omongan orang, selagi masih dalam batas wajar. Cuma, kadang keberadaan tetangga dengan perangai random kayak gini perlu juga buat dibahas biar nggak terus merajalela, ya nggak? Biar semakin ke sini, nggak tambah banyak jenis-jenis manusia yang iri sama pencapaian orang lain, bahkan sampai difitnah ini dan itu cuma buat muasin hasrat kedengkian mereka. Hadeuuuuh 😅

Jujur, nggak seekstrim itu sih kalau di lingkunganku sendiri (setelah menikah dan merantau). Cuma, aku masih merekam memori buruk di masa kecil, di mana tetangga di kampung halaman tuh nggak pandang bulu tiap kali bergunjing. Mau dia anaknya camat, lurah atau bupati sekalipun, nggak jarang jadi sasaran empuk ghibahan mereka yang kalau dilihat pakai kamera CCTV, bibirnya sampai monyong-monyong melahap urusan hidup orang lain. Hahaha, kocak ah! 

Yang jadi pertanyaan, sepenting itu ya ngomongin nominal gaji? Sepenting itu juga kah berapa inch TV tetangga yang baru dibeli? Aku kadang sampai heran dan bilang ke suami, motivasi manusia-manusia begini tuh apa sebenarnya. Kalau ditelaah lebih jauh, keuntungan yang mereka dapat apa sih? Secara materil, jelas nggak ada. Kalaupun dihitung secara moril, ya nggak ada juga. Jawabannya sih cuma satu, kepuasan batin aja buat terus menerus merasa paling benar sampai-sampai hidup orang lain yang jadi korban. Please banget lah, yang begini jangan dilestarikan dan ditiru, ya!

Kalau aja para tetangga dengan karakter begini tahu, sebelum ada mobil, kulkas atau TV baru mendarat di depan rumah, ada perjuangan yang nggak main-main buat ngedapetin semua itu. Ada peluh, air mata atau bahkan darah yang bercucuran buat mencukupi kebutuhan rumah tangga yang nggak ada habisnya. Eh lha kok mereka seenaknya mau ikut campur dengan nuduh ngepet lah, jual tanah warisan lah, atau bahkan yang lebih ekstrim lagi sering dibilang jual diri di kota orang. Huhu, udah istighfar belum sampai sini? :'(

Kalau aja para tetangga dengan karakter begini tahu, masalah hidup yang dialami masing-masing keluarga itu banyak banget jenisnya. Mulai dari masalah finansial, anak yang sakit-sakitan sampai urusan kerjaan yang nggak ada habisnya. Sampai sini, emang masih tega nuduh atau ghibah yang nggak-nggak? Hmmmm, sayang sekali tetangga modelan begini sih biasanya ogah peduli sama problem hidup orang lain, asal bisa "kenyang" lewat gosip-gosip yang keluar dari mulut mereka. 

Terakhir, kalau aja para tetangga dengan karakter begini tahu, bahwa visi-misi masing-masing rumah tangga itu berbeda. Ada yang cukup hidup ngontrak, ada yang lebih nyaman nyicil di banding nggak punya, ada juga yang emang lagi kerja keras buat jadi saingan RANS Family meski jam istirahat jadi cuma di angan-angan. Nggak ada yang salah, kan? Yang salah ya mereka ini, yang nggak bisa diem walau semenit demi memuaskan hasrat dengki dan iri hati. 

Pesanku sih sederhana, coba tilik "dapur" kita masing-masing, apakah masih berantakan dan perlu dibenahi? Kalau iya, fokus aja memperbaiki dan berinovasi, supaya nggak ada waktu lagi buat nimbun penyakit hati. Wiiii, bijaknya aku! 😁🙏

----
Originaly posted by Silvia Ayudia
Follow my Instagram account for more insightful & relatable content ➡️ @silviaayudianoor
----

Comments

Popular posts from this blog

Demi Glowing 2020; Percayakan Perawatan Wajah dengan NY Glow #GlowingSeries

Tetap Cinta Skincare Lokal; Review Jujur Adoraly Skincare